Tentang Legolas

Legolas adalah karakter dengan penggambaran unik dalam legendarium Middle-earth. Dia memiliki peran besar, namun pada saat yang sama, deskripsi eksplisit tentangnya relatif terbatas. Popularitasnya membuat para pembaca dan fans film The Lord of the Rings menciptakan sendiri gambaran tentangnya. Anda harus “membaca makna di balik tulisan” jika ingin mengetahui lebih jauh dimensi karakter Legolas.

Legolas Draws the Bow of Galadriel, oleh Michael Kaluta

Legolas adalah putra Thranduil, penguasa Mirkwood yang melarikan diri ke hutan tersebut setelah sang ayah, Oropher (kakek Legolas), tewas dalam Perang Aliansi Terakhir. Karakternya baru muncul saat Lord Elrond mengumpulkan wakil berbagai ras Middle-earth untuk mendiskusikan Cincin Kekuatan yang dibawa Frodo. Tidak seperti penggambarannya dalam film yang serius dan dingin, Legolas versi buku adalah karakter yang ceria, bubbly, dan sering berbicara dengan kepolosan yang nyaris kekanak-kanakan (biasanya ketika dia merasa takjub akan sesuatu).

Walau Thranduil menguasai wilayah yang dihuni bangsa Elf Silvan, dia dan keluarganya sebenarnya merupakan bangsa Sindar, karena Oropher berasal dari wilayah Doriath (Elf Sindar dan Silvan perbandingannya seperti kaum bangsawan dan masyarakat dusun). Mudah menyimpulkan bahwa Legolas adalah sosok ningrat dari bangsa yang dianggap cukup terpandang, apalagi Thranduil terang-terangan digambarkan sebagai raja penyuka kemewahan dalam The Hobbit. Akan tetapi, karakteristik ini tidak muncul dalam diri Legolas.

Sejak kemunculan pertamanya, Legolas digambarkan berpakaian serupa: serba hijau daun dan cokelat, tanpa ornamen, warna khas kaumnya yang menghuni hutan gelap. Kalimat pertama dalam buku yang memperkenalkan karakternya adalah ini:

“There was also a strange Elf clad in green and brown, Legolas, a messenger from his father, Thranduil, the King of the Elves of Northern Mirkwood.”

J. R. R. Tolkien: The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring, chapter The Council of Elrond

Ingat, deskripsi di atas adalah narasi dari Tolkien sendiri, tetapi para karakter di sekitar Legolas tidak pernah memanggilnya dengan ucapan sesuai kedudukannya. Setiap membaca buku LOTR, saya tidak menemukan saat ketika dia dipanggil “pangeran” atau panggilan sejenis yang mencerminkan kedudukannya. Ketika dia dan Gimli memperkenalkan diri pada Pangeran Imrahil di Minas Tirith, inilah yang diucapkannya:

“I am one of the Nine Companions who set out with Mithrandir from Imladris,” said Legolas, “and with this Dwarf, my friend, I came with Lord Aragorn.”

J. R. R. Tolkien: The Lord of the Rings: The Return of the King, chapter The Last Debate

Inilah pertama kalinya Legolas memperkenalkan diri “secara resmi” di depan karakter berkedudukan tinggi (sebelumnya, dirinya yang selalu diperkenalkan). Bahkan dalam situasi tersebut, Legolas mengidentifikasi dirinya berdasarkan hubungan dengan teman-teman serta rekan satu misinya, bukan kedudukannya secara pribadi. Padahal Aragorn dan Faramir, yang awalnya juga hadir sebagai “bangsawan rendah hati” (modest royalty) berakhir sebagai sosok-sosok yang memegang kekuasaan dan kedudukan, sesuai latar belakang keluarga mereka.

Melihat karakter Legolas yang sedikit mendapat perhatian, mengapa sosoknya istimewa? Mengapa Tolkien menjadikannya sebagai salah satu anggota inti para Persaudaraan Pembawa Cincin, bukan Elf lain yang lebih agung seperti Glorfindel? Apa hal istimewa dalam karakter Legolas? Pertama, kita harus mengetahui akar penciptaannya.

Legolas, Egalmoth, Glorfindel: Akar Pembentukan Karakter

Thranduil dan Legolas mungkin keluarga, namun Tolkien menciptakan karakter Thranduil lebih dulu untuk The Hobbit. Tolkien sebenarnya ingin memasukkan Glorfindel sebagai perwakilan bangsa Elf dalam rombongan Frodo dan kawan-kawan (apalagi Glorfindel sudah muncul untuk menyelamatkan Frodo sebelum mereka memasuki Imladris/Rivendell). Akan tetapi, Tolkien menghapus konsep tersebut dan membuat karakter Legolas sebagai gantinya.

Walau Legolas merupakan karakter baru, namanya sudah hadir dalam The Fall of Gondolin, yang naskahnya ditulis pada akhir tahun 1916. Dalam buku tersebut, Legolas muncul sebagai salah satu Elf dari The House of the Tree, salah satu dari 12 keluarga bangsawan di Gondolin. Legolas di sini adalah pakar pencari jejak bermata tajam yang berjalan paling depan dalam rombongan pengungsi Gondolin setelah kota tersebut diserang pasukan Morgoth. Senjata utamanya bukan busur, tetapi semacam gada kayu tebal dengan ujung besi-besi runcing. Tolkien sudah menegaskan bahwa Legolas di Gondolin dan Legolas yang kita kenal adalah dua sosok berbeda, tapi menarik melihat bagaimana Tolkien mungkin mengambil inspirasi dari sana.

Ada juga beberapa karakter yang sepertinya sedikit memengaruhi pembentukan karakter Legolas, walau hal ini tidak terlalu gamblang. Egalmoth adalah karakter Elf lain dari naskah The Fall of Gondolin. Dia adalah pemimpin The House of Heavenly Arch, keluarga bangsawan yang terkenal kaya dan memiliki banyak koleksi permata berwarna-warni (nama “heavenly arch” merujuk pada pelangi). Egalmoth adalah tokoh unik karena hanya dia di antara Elf bangsa Noldor zaman itu yang membawa pedang melengkung. Akan tetapi, dia jauh lebih percaya pada busurnya, karena dia mampu memanah sangat jauh dan akurat, sama seperti Legolas yang lebih suka memegang busur walau juga mampu memainkan belati.

Akhirnya, saya hanya bisa menebak-nebak mengapa Tolkien memutuskan mengganti Glorfindel dengan Legolas ketika menulis LOTR. Dalam banyak hal, Glorfindel berbeda dari Legolas, namun mereka memiliki kesamaan berupa loyalitas serta kecenderungan untuk tidak menonjolkan status dan keturunan mereka. Glorfindel dalam LOTR tidak pernah menggambarkan secara rinci siapa dirinya dan apa statusnya, walau deskripsi Tolkien tentangnya (lewat suara hati Frodo) cukup menyanjung.

Legolas dan Sejarah yang Terulang

“Sejarah yang terulang” adalah salah satu tema umum dalam legendarium Middle-earth. Sauron menggoda kaum Numenor dengan janji keabadian, yang berakhir pada tenggelamnya pulau mereka. Isildur, salah satu keturunan kaum tersebut, tergoda Cincin Kekuatan, yang berujung pada kematiannya. Masyarakat Gondor yang sedang membangun stabilitas nasional perlahan mengubur sejarah gelapnya dan menyembunyikan manuskrip peringatan Isildur di perpustakaan berdebu, sehingga mereka terlambat menyadari kemunculan Cincin Kekuatan. Wilayah dengan politik isolasi yang ketat seperti Doriath dan Gondolin justru menemui kehancuran, dan hal ini terulang pada Shire pada bagian akhir LOTR, ketika kecuekan para Hobbit terhadap dunia luar ternyata tak sanggup membendung masuknya kejahatan Saruman dan anteknya.

Riwayat Legolas penuh dengan pengulangan sejarah semacam ini. Kakeknya menolak mengikuti komando Gil-galad, Elf Noldor yang dianggapnya sebagai kaum pembawa kehancuran, prasangka yang berujung pada tindakan ceroboh serta kematiannya sendiri. Ayahnya membawa rakyatnya ke Greenwood dan mengambil langkah politik isolasi, mengikuti gaya Elu Thingol sang raja Doriath yang dulu pernah dihuninya, seolah lupa bahwa hal tersebut tidak mencegah tewasnya sang raja Elf akibat pengaruh permata Silmaril. Tidak ada penjelasan tentang bagaimana masa kecil Legolas, namun kita bisa membayangkan bahwa Thranduil membesarkannya dalam lingkungan yang tertutup. Hal ini mungkin menjelaskan betapa mudahnya Legolas (versi buku) merasa takjub akan berbagai hal.

Legolas, oleh Liga Klavina

Anda bisa membandingkannya dengan zeitgeist (pola zaman) yang menandai Eropa pada awal hingga pertengahan abad ke-20. Ingat, Tolkien mulai menulis Lord of the Rings segera setelah The Hobbit terbit tahun 1937. LOTR baru terbit pada tahun 1954. Tolkien menggunakan bahan-bahan yang telah dirancangnya sejak tahun 1910-an. Zeitgeist Eropa pada tahun-tahun tersebut diwarnai oleh dua hal: Perang Dunia I dan II. Tolkien berpartisipasi pada perang yang pertama, di mana dia menyaksikan hampir semua temannya tewas. Ketika dirinya merasa sudah relatif “aman,” Eropa kembali dilanda ancaman perang ketika Hitler berkuasa (dalam salah satu suratnya, Tolkien bahkan sempat menampung dua pengungsi dari London di rumahnya ketika kota tersebut dihujani bom).

Apa yang disaksikan Tolkien mirip dengan apa yang dialami Legolas: ketika dia sudah merasa aman dan terlindungi di rumahnya, kegelapan sekali lagi melanda. Sama seperti politik isolasi dan prasangka yang menguasai para karakter di Middle-earth, Eropa pada masa-masa Perang Dunia diwarnai atmosfer penuh prasangka, kecurigaan, dan propaganda. Pola sejarah dunia terus berjuang, seolah membuktikan bahwa manusia tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalu.

Terbentuknya Persaudaraan Pembaca Cincin adalah titik balik ketika Legolas berubah dari “karakter yang kurang dikembangkan” menjadi “tokoh progresif.”

Legolas si “Tokoh Progresif”

Sedikit tentang film The Hobbit: saya tidak keberatan jika ada karakter baru yang masuk untuk menyemarakkan ceritanya, namun romansa tidak perlu antara Tauriel dan Kili sangat mengecewakan karena menyebabkan lunturnya makna penting di balik persahabatan Legolas dan Gimli. Persahabatan tersebut bukan sekadar pembuktian akan akurnya dua kaum berbeda, namun merupakan simbol dari berakhirnya konflik rasial antar nenek moyang Legolas dan Gimli.

Legolas (dan para Pembawa Cincin secara keseluruhan) bisa dibilang merupakan para “tokoh progresif” dalam kisah Tolkien. Para karakter ini dipasangkan sebagai pemutus lingkaran sejarah dalam legendarium Middle-earth. Jika Anda membaca kisah-kisah Tolkien secara urut dari The Silmarillion hingga LOTR, Morgoth dan Sauron bukanlah satu-satunya “biang kerok” dalam berbagai bencana dan tragedi. Kecurigaan, prasangka, dan politik isolasi sedikit banyak berkontribusi dalam kehancuran beragam tokoh dan bahkan tragedi berbagai skala. Kaum Hobbit yang terlihat polos dan ceria juga tidak lolos dari kritikan Tolkien. Cermati dialog para Hobbit dalam bab-bab awal buku LOTR, dan Anda akan melihat bahwa mereka terkadang melontarkan komentar yang sedikit banyak mengingatkan pada sentimen masyarakat konservatif yang menentang (atau mencurigai) kaum pendatang dan imigran.

Persaudaraan Pembawa Cincin memaksa para karakter dari ras berbeda untuk bekerja sama mencapai satu tujuan, namun hal ini tidak selalu mulus. Awalnya, Legolas masih sedikit menunjukkan semacam superioritas samar sebagai bangsa Elf. Ketika Aragorn dan Boromir nyaris terkubur salju di Caradhras, Legolas melangkah ringan di atas salju sambil sedikit mengejek mereka. Legolas dan Gimli juga digambarkan masih sering bertengkar, dan ketika berada di depan Gerbang Durin sebelum memasuki Moria, mereka bahkan sempat menyentil sentimen ras serta saling menyalahkan terkait tragedi di Doriath (Elu Thingol tewas di tangan Dwarf, yang terpengaruh permata Silmaril), sebelum Gandalf melerai mereka. Baru ketika Gandalf terjatuh ke jurang bersama monster Balrog, mereka menyadari bahwa pertengkaran-pertengkaran tersebut harus berhenti jika ingin selamat.

Aspek “pengulangan sejarah” kembali terjadi pada riwayat Legolas, ketika dia menyertai Aragorn dan pasukannya ke depan Gerbang Mordor. Ingat, inilah tempat di mana Oropher serta sekitar 2/3 kaumnya tewas dalam Perang Aliansi Terakhir. Inilah tempat yang Thranduil mungkin tidak membayangkan putranya akan berada, setelah sebelumnya memingit rakyatnya agar tidak kembali terekspos bahaya luar. Akan tetapi, Legolas menyadari bahwa kesetiaannya terhadap misi Pembawa Cincin harus tetap kuat hingga akhir. Jika mereka gagal, tidak akan ada lagi kesempatan kedua. Kesadaran untuk bekerja sama dengan kaum lain demi mencapai tujuan bersama adalah sesuatu yang menjadikannya sebagai tokoh yang terbilang progresif dalam sejarah Middle-earth.

Akhirnya, walau Aragorn dan Arwen menjadi pasangan Elf serta Manusia yang kesekian dalam sejarah Middle-earth, Legolas dan Gimli mencapai sesuatu yang lebih. Legolas adalah sosok terakhir dari kaum ayah serta kakeknya yang membongkar tabir rasial, membuka dirinya untuk menerima persahabatan dengan kaum Dwarf. Ketika Legolas akhirnya berlayar ke Valinor dengan membawa Gimli bersamanya (sesuatu yang benar-benar baru pertama kali terjadi), itulah tanda bahwa dirinya akhirnya berhasil memutus lingkaran sejarah yang dimulai oleh kaumnya.

Legolas and Gimli Reaches the Shore of Valinor, oleh Ted Nasmith

Tolkien cenderung menaruh perhatian lebih pada karakter-karakter sederhana atau yang dianggap remeh, seperti kaum Hobbit. Melihat bagaimana sosok yang nyaris tak menonjol seperti Legolas berhasil menggapai prestasi besar saat buku berakhir, tidak mengherankan jika Tolkien mungkin juga sedikit menitipkan harapan padanya.

“Legolas Greenleaf, lama sudah di bawah pepohonan

Kau hidup bahagia. Waspadalah terhadap lautan!

Kalau kaudengar teriakan burung camar di tepi laut,

Hatimu tak lagi di hutan bertaut.”

The Lord of the Rings: The Two Towers, bab 5: Penunggang Putih

Sumber:

Carpenter, Humphrey. 2002. The Letters of J.R.R. Tolkien. New York: Houghton Mifflin.

Tolkien, J.R.R. 1986. The Lord of the Rings: The Fellowship of the Rings. Montana: Turtleback Books.

Tolkien, J.R.R. 2002. The Lord of the Rings: The Two Towers (edisi Indonesia). Jakarta: Gramedia Pustaka.

Tolkien, J.R.R. 1991. The Lord of the Rings: The Return of the King. London: HarperCollins.

Tolkien, J.R.R. 1999. The Silmarillion. London: Harper Collins.

Tolkien, J.R.R. 1988. Unfinished Tales. New York: Del Rey.

Tinggalkan komentar