Cram, Lembas dan Hardtack: Roti Perjalanan dalam Karya Tolkien

lembas_bread

Layaknya semua jenis fiksi fantasi dengan Dunia Sekunder yang terkonstruksi dengan baik, legendarium Middle-earth juga memiliki aspek-aspek yang sama dengan dunia kita, termasuk makanan. Kita tidak bisa bicara soal Middle-earth tanpa menyentuh makanan, apalagi kalau Anda merasa seperti Hobbit di dalam hati. Akan tetapi, beberapa jenis makanan memiliki fungsi ekstra sebagai penunjang perjalanan, karena kalau Anda ingin merasakan jadi pemeran utama dalam LOTR dan The Hobbit, siap-siaplah jalan yang jauh tanpa menemukan Alfam*rt atau Indom*ret di setiap tikungan! Saya bicara soal makanan seperti lembas dan cram.

Dalam LOTR dan The Hobbit, lembas dan cram disebut-sebut sebagai roti perjalanan. Cram adalah biskuit keras buatan Manusia penghuni Dale dan Esgaroth, dan digambarkan sangat keras serta tidak enak, pokoknya hanya berfungsi sebagai makanan penunjang darurat. Sedangkan lembas dibuat oleh para Elf (dalam bahasa Inggris disebut waybread, roti perjalanan), dan digambarkan bukan hanya enak, namun juga meningkatkan semangat. Lembas dibuat pertama kali oleh valar Yavanna, yang membuatnya dari semacam jagung, tanaman pangan yang ditumbuhkannya demi menanami tanah yang gersang di Aman. Resepnya kemudian diturunkan ke para High Elves, konon pertama kali diturunkan ke tangan Melian, istri raja Elf Elu Thingol, serta dijaga ketat rahasianya dan hanya beberapa yang bisa membuatnya.

Uniknya, di kalangan Elf, hanya kaum wanita yang bisa membuat lembas. Mereka yang kebagian tugas penting ini disebut Yavannildi, bahasa Quenya yang berarti “Maidens of Yavanna.” Dalam urusan pembagian lembas, hanya ratu Elf yang bisa melakukannya (itu sebabnya Galadriel memberi lembas pada Frodo dan kawan-kawan, dan Melian menitipkan lembas pada Beleg untuk diberikan pada Turin).

Ada juga “kue madu” (honey cake) buatan Beorn, kue yang dipanggang dua kali dan bisa dimakan saat perjalanan jauh, dan cenderung membuat yang memakan menjadi haus. Tapi, sebutan cake membuat saya susah membayangkan salah satu properti utama untuk roti semacam ini: keras! Kenapa begitu? Karena Tolkien menggunakan hardtack sebagai model untuk membuat karakteristik roti-roti perjalanan ini.

lembaslegolas

Keras, Tapi Awet

Tidak aneh membayangkan Tolkien, yang seorang veteran, untuk menggunakan hardtack sebagai model pembuatan roti-roti perjalanannya dalam legendarium Middle-earth. Hardtack adalah salah satu nama yang diberikan untuk biskuit keras yang bisa awet berbulan-bulan asal tetap kering, dan seiring waktu, bisa melunak akibat elemen seperti cuaca dan hujan namun masih bisa dimakan. Walaupun tradisi menyertakan roti atau biskuit dalam perjalanan jauh, pelayaran atau peperangan sudah ada sejak zaman Mesir dan Romawi Kuno, istilah hardtack sangat khas Inggris (tack adalah slang pelaut Inggris untuk “makanan”).

Hardtack digambarkan terbuat dari bahan sederhana, dengan rasa sederhana juga, tetapi kerasnya minta ampun. Hal ini karena biskuit ini tidak boleh mudah hancur dalam proses pengiriman ke medan perang atau selama perjalanan di kapal, dan harus tahan disimpan berbulan-bulan. Saking kerasnya, butuh gigitan kuat kalau dimakan langsung, atau dicelup dulu dalam air, teh atau sup. Tolkien bahkan menggambarkan cram dengan cara agak lucu: memakan cram itu lebih seperti latihan mengunyah daripada makan, karakteristik yang sama dengan hadtack. Saking kerasnya, selain disebut roti kabin atau roti kapal, beberapa nama “ekstrem” yang diberikan untuk hardtack antara lain adalah sheet iron, molar breakers, tooth dullers, dan worm castles.

eph_2012
Hardtack jatah pasukan Inggris era Perang Dunia I, bagian dari trench food (jatah makanan untuk prajurit dalam parit perlindungan)

Eh, tunggu dulu! Kenapa ada nama julukan worm castles? Itu karena, saking kerasnya, biskuit ini bisa dimasuki larva serangga tetapi masih bisa dimakan. Jadi, yang memakan biskuit ini entah sengaja memakannya dalam gelap (supaya tidak perlu melihat larva serangganya) atau menjatuhkannya ke dalam air atau minuman panas supaya larvanya mengapung dan bisa disingkirkan sebelum biskuitnya dimakan. Pada zaman Demam Emas California serta Perang Sipil dan Perang Meksiko-Amerika, orang-orang melempar biskuit itu ke api unggun sebentar, atau “menghajarnya” dengan popor senapan sampai remuk.

Biskuit keras ini menjadi bagian dari banyak peristiwa penting, seperti Perang Dunia I dan II, Perang Sipil Amerika, Demam Emas di California, era Revolusi Budaya di Cina, dan sebagainya. Di Inggris, para pelaut Inggris abad ke-19 memakan biskuit keras yang dibuat di Royal Clarence Victualing Yard. Pada era Perang Dunia I dimana Tolkien juga ikut berperan sebagai Letnan Dua, jatah biskuit keras untuk para prajurit diproduksi secara besar-besaran oleh Huntley & Palmers, yang pada tahun 1914 merupakan produsen biskuit terbesar di dunia. Biskuit ini biasa dikonsumsi setelah dicelup ke air atau teh panas (teh kebetulan merupakan salah satu kenyamanan kecil yang diberikan pada prajurit, sekaligus menyamarkan rasa air karena air minum kadang diangkut ke garis depan dalam tong bekas bensin). Biskuit ini juga kadang diremuk dalam hidangan daging dan sayur kalengan bermerk Moconoche yang populer sebagai jatah prajurit.

Seberapa bergizi hardtack ini? Mungkin tidak terlalu signifikan, tetapi hardtack adalah paket sumber energi dalam kemasan kecil; tergantung proses pembuatannya, sekitar 24 gram hardtack bisa mengandung kurang-lebih 100 kilokalori energi dan 2 gram protein, tetapi tanpa serat.

q_001580
Prajurit Inggris menikmati jatah makanan di parit perlindungan di Ancre (1916). Foto oleh Jonathan Reeve

Hardtack Zaman Sekarang

Biskuit model hardtack masih banyak dikonsumsi. Biskuit bernama katapan di Jepang dan geonbbang di Korea Selatan menjadi jatah prajurit sekaligus makanan persediaan untuk bencana seperti gempa bumi, banjir dan tsunami. Versi yang resepnya dimodifikasi juga banyak dijual sebagai makanan ringan. Hardtack juga masih menjadi jatah prajurit dan angkatan laut banyak negara, dan bahkan menjadi bagian dari makanan harian seperti di Alaska, Genoa dan Hawaii. Hardtack merupakan salah satu pilihan favorit penggemar aktivitas survival, atau mereka yang menumpuk persediaan makanan untuk bencana (doomsday prepper). Para penggemar reka ulang sejarah (historical reenactment), seperti para penggemar sejarah di Amerika Serikat yang rutin menggelar reka ulang Perang Sipil, kerap membeli hardtack sebagai properti. Di Kanada, pabrik seperti Canawa dan Purity Factories memproduksi macam-macam jenis hardtack, seperti hardtack “tradisional” hingga yang resepnya dimodifikasi untuk makanan ringan.

Ada cerita unik soal lembas dalam pembuatan film LOTR. Karena diceritakan dibuat oleh Elf, maka lembas digambarkan lebih enak daripada cram, dan lebih mudah dimakan. Akan tetapi, dalam film, lembas digunakan sebagai salah satu penggerak plot, yaitu saat Gollum menggunakan remahan lembas untuk memfitnah Sam agar Frodo marah padanya. Maka, lembas dalam film harus terlihat keras dan padat namun sekaligus mudah diremuk menjadi remahan. Biskuit semacam shortbread digunakan sebagai “perwakilan” lembas dalam film, dan walau bisa dimakan, aktor Sean Astin (pemeran Sam) berkata bahwa “biskuitnya digambarkan sangat enak karena buatan Elf, tapi sebenarnya rasanya parah.”

sam-lembas

Lembas sekarang menjadi salah satu makanan favorit untuk dicoba oleh para pecinta LOTR, tentunya dengan resep yang dimodifikasi (karena resep aslinya dijaga ketat oleh para Elf 🙂 ). Mungkin tidak akan benar-benar tahan lama, tetapi enak sebagai cemilan. Kalau penasaran, bisa temukan resep-resepnya di sini atau di sini.

Sumber:

Bryson, Bill. 2010. At Home: A Short History of Private Life. London: Transworld Publishers.

Tolkien, J. R. R. 2002. The Hobbit. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Tolkien, JRR. 1986. The Lord of the Rings: The Fellowship of the Rings. Montana: Turtleback Books.

Soldier Food in the Trenches

The Food that Fuelled the Front

8 respons untuk ‘Cram, Lembas dan Hardtack: Roti Perjalanan dalam Karya Tolkien

  1. Kenapa tulisan di blog ini panjang2 dan mendetail semua, membuat Kita terus membaca? Apa tulisan ini dibuat untuk di kirim ke Media dan baru di posting ulang disini?

    Suka

    1. Tidak. Justru kalau di media, saya tidak bisa mendapat ruang sebebas ini untuk menjelajahi karya-karya Tolkien dan ilmu terkait. Tujuan blog ini memang sudah saya jelaskan dari deskripsi blog di bawah nama blognya: tulisan mendalam. Saya terinspirasi dari para akademisi luar yang bikin blog sendiri untuk menganalisis karya-karya Tolkien dalam bahasa Inggris.

      Suka

      1. Mungkin karena itu juga tulisan di blog ini tidak terkesan kaku dan mengalir saja bagi pembacanya, apalagi didukung dengan referendum.
        Btw mbak, Fb Eorlingas kok lama terima anggota baru ya?

        Suka

      2. Terima kasih ya. Saya mencoba untuk menjadi semacam “jembatan”, memperkenalkan konsep-konsep yang lebih rumit dari studi Tolkien, tapi bahasanya sebisa mungkin diterima pembaca umum. Pakai sumber pustaka juga karena terinspirasi dari akademisi yang saya sebutkan itu: biarpun artikelnya lebih nyantai dari makalah, misalnya, kasih sumber biar valid dan mendorong pembaca buat mencari tahu sendiri kalau mereka ingin. Kalau Eorlingas saya kurang tahu ya karena saya bukan admin, tapi mereka memang selalu me-review permintaan gabung, jadi mungkin karena itu.

        Suka

  2. Balasan yang cepat, sama2 juga mbak. Mbaknya sudah baca The Silmarion terjemahan Indonesia? Apa terjemahannya sebagus versi inggris?

    Suka

    1. Saya baca yang Inggris duluan (sudah lama, tahun 2005). Bahasa Indonesia terjemahannya bagus, dalam artian mengalir sekaligus bisa menyamai gaya bahasa asli The Silmarillion asli yang “biblical” (agak mirip kitab), jadi banyak kosakata Indonesia yang jarang digunakan sehari-hari ikut muncul.

      Suka

Tinggalkan komentar